Any question or advice? i'll be glad if u want mail me at: white.lope@yahoo.com

Rabu, 27 Mei 2009

Hanung, 'Satria Bergitar' dengan Omset Rp 3 Miliar
Hanung, 'Satria Bergitar' dengan Omset Rp 3 Miliar

Bandung - Hal kecil ternyata bisa menjadi sesuatu yang besar. Tergiur untuk memiliki gitar seharga Rp 19 juta, Muhammad Satria Nugraha atau akrab disapa Hanung Squad kini justru berbelok menjadi pengusaha pembuatan gitar dengan pendapatan Rp 3 miliar per tahun..!!!

Dengan prestasinya tersebut, Hanung yang baru berusia 27 tahun ini masuk dalam tiga terbaik pengusaha muda Indonesia di ajang Dji Sam Soe Award April lalu. Padahal, dia bukan berasal dari keluarga musisi. Bersentuhan dengan dunia musik secara langsung pun belum pernah dia alami. Tapi cita-citanya memang menjadi musisi.

Besar di keluarga yang mengutamakan pendidikan akademik, Hanung pun kesulitan untuk menekuni bidang musik. Ayahnya Bambang Sopari, seorang dokter di Semarang begitupun sang ibu, Sri Hardjati yang menjadi pejabat di sebuah perusahaan di Semarang. Dua saudaranya pun tidak ada yang tertarik dengan musik bahkan salah satunya mengikuti jejak ayahnya menjadi dokter.

Berawal dari keinginannya melanjutkan pendidikan ke universitas di Bandung lah yang membuat Hanung 'terjerumus'. "Bandung membuat saya tertarik. Bandung kota yang potensial untuk perkembangan industri kretaif," papar Hanung kepada detikBandung, Rabu (6/5/2009).

Ada dua pilihan jurusan yang jadi target Hanung saat di Bandung yakni teknik informatika dan musik. Tapi lagi-lagi keinginan untuk bermusik terhambat karena tak ada izin orang tua, Hanung pun mendaftar ke jurusan Tekhnik Informatika ITB. Meskipun Hanung mengaku kemampuannya untuk masuk ke jurusan TI tidaklah terlalu bagus

"Karena saya idealis, saya pilih jurusan yang paling tinggi nilainya," ujarnya.

Sayang, teknik informatika ITB tak berhasil ditembus. Dia pun banting jurusan ke teknik industri Itenas. Hasrat untuk nge-band saat itu terus menggebu. Tapi Hanung mengaku dia tidak memiliki teman yang satu visi untuk membentuk grup band.

"Saya nggak punya teman, jadi ngeband-nya nggak jadi-jadi," tutur Hanung.

Tapi keinginan memiliki sebuah gitar terus menggebu-gebu. Internet pun jadi sasaran. "Saya browsing di internet dan melihat model-model gitar," tutur Hanung.

Dari hasil browsing, Hanung menemukan gitar buatan Jepang idamannya seharga Rp 19 juta. Saking ngidamnya, Hanung jadi ngulik apapun seputar gitar tersebut dari mulai kontruksi hingga warna. "Ketertarikan itu secara tidak sadar menyerap ke dalam diri saya," ucap Hanung.

Akhirnya, satu waktu, saat berkunjung menemui almarhum musisi Harry Roesli, Hanung mendapat bocoran tentang perajin yang suka membuat dan menservice gitar di wilayah Sarijadi. Hanung pun berniat untuk membuat gitar impiannya walaupun terpaksa harus meminta uang dari orang tua.

"Dengan uang Rp 2 juta untuk membuat gitar seharga Rp 19 juta," ujar Hanung.

Pengetahuan Hanung tentang gitar ternyata melebihi dua pengrajin yang akan membuatkan gitar untuknya. Sampai akhirnya Hanung jugalah yang memberikan intruksi-intruksi tentang kontruksi dan komposisi gitar yang dibuat.

Dari sana Hanung pun terpikirkan untuk membuat usaha pembuatan gitar. Dia mengajak dua perajin tersebut bekerjasama di tahun 2003. Hanung sendiri bertindak sebagai pemodal, owner, marketing dan bidang manajerial lainnya dengan mengususng bendera Stranough sebagai nama perusahaan.

Hanung juga mengandalkan jaringan internet memang potensial untuk mencari pasar. Bahkan, menurut Hanung 80 persen konsumen didapatnya melalui komunikasi online. Sampai akhirnya Hanung bisa mengekspor produknya sampai ke Eropa.

Ia menuturkan, ketika awal membuka usaha dia hanya memiliki modal awal Rp 7 juta bekal dari orang tuanya. Dia menyewa sebuah rumah yang cukup strategis untuk produksi yaitu di Jalan Jalaparang. Hanung mengibaratkan rumah sewaannya sebagai 'kandang kuda', karena sebenarnya menurut Hanung rumah tersebut tidak layak sebagai tempat produksi karena ruangannya yang sempit.

Awal-awal membuka usaha, pesanan sepi. Paling hanya order service gitar. Namun saat itu Hanung sudah membuka sistem pemesanan online dengan modal pembayaran internet Rp 20 ribu unlimited. Tahun 2004, pesanan pun datang dari negeri Belanda.

"Saya diminta dibuatkan satu buah gitar sebagai sample," ujar Hanung menirukan pesan sang pemesang.

Tanpa mengetahui siapa yang memesan, ujar Hanung, dirinya membuatkan satu buah gitar lalu mengirimkannya ke alamat yang ditentukan. Ternyata desain Hanung mendapat respons positif.

"Mereka langsung memesan 250 buah gitar," ujar Hanung. Walaupun menurut Hanung saat itu kondisinya tidak memungkinkan untuk membuat gitar sebanyak itu.

Hanung pun meminta untuk bertemu dengan pihak dari Belanda. Di luar dugaan ternyata mereka datang ke workshop Hanung di Jalan Jalaprang.

Butuh waktu satu tahun Hanung kesepakatan dengan pihak Belanda bisa terwujud. Selain harus mencari pegawai outsourcing, Hanung harus menyelesaikan tugas skripsinya. Sampai akhirnya bersamaan dengan kelulusan di akhir tahun 2005, Hanung bisa menyelesaikan pesanan dari Belanda tersebut.

"Bahkan selepas lulus saya jadi dosen tamu enterpreuner untuk kawan-kawan saya yang belum lulus," tutur Hanung sambil tertawa.

Hanung pun berpikir untuk memindahkan tempat workshopnya. Dari Jalan Jalaparang dia pindah ke Jalan Surapati No 239 D. Dia kian menancapkan bendera perusahaannya. Tahun 2006 dunia online makin dijelajahi. Hanung meluncurkan websitenya www.guitarmade.com.

"Saya bermain dalam forum online," ujar Hanung.

Menurut Hanung, kapanpun perusahaannya akan selalu siap menerima pesanan. Bahkan, untuk konsultasi lewat internet Hanung berikan dengan cuma-cuma. Selain itu, untuk pemesan online, akan dikirimkan foto-foto proses pembuatan agar konsumen merasa terlibat dalam pembuatan gitarnya.

Perusahaan Hanung, Stranough pun kian berkibar. Musisi sekelas Ahmad Dhani dan Andi Rif sekalipun tak ketinggalan menjadi salah satu kliennya.

Dua bulan lalu, Hanung membuka tempat workshop baru di Jalan Sindanglaya. Jumlah karyawannya kini 25 orang. Rencananya, akhir tahun 2009, Hanung akan membuka cabang di Singapura untuk memperluas pasar internasional.

Kurang lebih lima tahun Hanung membangun usahanya ini. Memang waktu yang relatif singkat untuk mendulang kesuksesan. Meski sempat bubar di tahun 2006 karena diduga ada ketidakjujuran di antara karyawannya, namun Hanung terus maju dan bertahan.

Dalam satu bulan dia bisa membuat 25 gitar pesanan dari mulai harga terendah Rp 1,5 juta sampai harga tertinggi Rp 10 juta. Tidak hanya bergerak di gitar custom, tapi juga service gitar, dan pembuatan softcase dan hardcase gitar yang bisa mencapai 100 pesanan per bulannya. Angka tersebut di luar pesanan untuk ekspor. Tak heran dengan mantap Hanung menyebutkan omsetnya per tahun mencapai Rp 3 miliar.

0 komentar:

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar